Hacker Cina Serang Militer Australia

Cina, MIliter, Australia, hacker

Pesawat tempur siluman F-35 adalah pesawat generasi kelima yang diminati beberapa negara. Jepang dan Korea Selatan telah membeli pesawat ini. Di kawasan Asia Tenggara, Singapura dan Australia juga akan diperkuat oleh F-35. AFP/Eric Piermont

Medangreen.com, Jakarta - Data sensitif mengenai pesawat tempur F-35 milik Australia dan program pesawat pengintai P-8 dicuri saat jaringan internet salah satu perusahaan subkontraktor pertahanan diretas hacker asal Cina. Australia membeli pesawat tempur F-35 dari Amerika Serikat pada saat pemerintahan Perdana Menteri Tony Abbot.

Pemerintah Australia mengatakan para peretas Cina menggunakan alat yang menjadi ciri khas penjahat siber asal negeri itu, yang disebut sebagai China Chopper.

Perusahaan teknologi penerbangan yang memiliki sekitar 50 karyawan ini dijebol jaringan internetnya pada Juli tahun lalu. Menurut situs teknologi ZDNet,  Direktorat Sinyal Australia (ASD), yang merupakan lembaga keamanan siber nasional Australia, baru menyadari peretasan ini pada November tahun lalu.

Perwakilan ASD, Mitchell Clarke, mengatakan,”Sekitar 30 gigabita data sensitif yang termasuk dalam kategori akses terbatas menurut Peraturan Lalu Lintas Senjata Internasional (International Traffic in Arms Regulations) dicuri.” Dia mengatakan ini dalam sesi jumpa pers, Kamis, 12 Oktober 2017.

Clarke tidak menyebutkan nama subkontraktor yang menjadi korban peretasan. Namun dia mengatakan informasi sensitif itu mengenai pesawat tempur terbaru F-35 dan pesawat canggih pengintai dan pemburu kapal selam P-8. Dokumen lain yang juga dicuri hacker Cina adalah  diagram wireframe dari salah satu kapal terbaru angkatan laut Australia. Dokumen ini sangat strategis karena seorang bisa melihat zoom in hingga ke kursi kapten.

Hacker itu menggunakan sebuah alat yang disebut “China Chopper”, yang menurut pakar keamanan internet biasa digunakan oleh para hacker asal Cina. Para hacker ini mendapat  akses melalui internet.

Ditanya soal kebocoran informasi sensitif ini, Menteri Industri Pertahanan, Christopher Pyne, mengatakan informasi yang dicuri merupakan informasi komersil.

“Itu bukan informasi rahasia dan tidak berbahaya dalam konteks militer,” kata Pyne.

Pyne menambahkan Australia semakin menjadi target kejahatan siber belakangan ini. Apalagi negeri Kangguru itu sedang mengerjakan proyek kapal selam strategis dan ambisius senilai A$50 miliar atau setara sekitar Rp530 triliun.

Australia juga berencana membeli pesawat militer F-35A sebanyak 72 buah senilai A$17 miliar atau setara sekitar Rp180 triliun.

Saat ditanya siapa pelaku peretasan ini, Pyne enggan menjawab. Menurut dia, pemerintah Australia menggelontorkan beberapa triliun untuk meningkatkan kemampuan keamanan sibernya.

Selama ini, menurut media South China Morning Post, pemerintah negara-negara barat kerap menuding para peretas asal Cina melakukan pencurian informasi dan data rahasia industri, perusahaan dan militer. Ini digunakan untuk meningkatkan perekonomian dan kekuatan militer negeri Panda itu.

Informasi ini dibuka ke publik setelah beberapa hari lalu Asisten Menteri bidang Keamanan Siber, Dan Tehan, mengatakan ada 47 ribu insiden siber selama 12 bulan terakhir. Ini meningkat 15 persen dibanding tahun sebelumnya.

Tehan mengungkapan pemerintah Australia merasa khawatir karena ada 734 serangan siber yang menargetkan sektor swasta strategis dan infrastruktur penting.

Pada tahun lalu pemerintah Australia lewat Cyber Security Centre juga mengungkapkan ada peretasan. Ini dilakukan lewat komputer utama Badan Meteorologi dengan cara menanamkan piranti lunak mata-mata. Peretas berhasil mencuri sejumlah dokumen. Saat itu, pemerintah Australia juga mengindikasikan hacker itu berasal dari Cina.

SOUTH CHINA MORNING POST | DWI NUR SANTI | TEMPO
Labels:

Post a Comment

[disqus][facebook][blogger]

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget