Ilustrasi startup |
Goorkey.com - Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Kristiono, mengatakan, berkembangannya teknologi saat ini mengharuskan sumber daya manusia lebih tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Terutama di level pendidikan. Di level itu, lembaga pendidikan harus menyesuaikan dengan kebutuhan industri.
“Harus dibuat proses-proses pendidikan seperti kejuruan, dan lain sebagainya. Ini harus dibuka seluas-luasnya. Pendidikan harus diorientasikan ke arah itu,” kata dia usai acara diskusi mengenai 5G di Mercantile Athletic Club, Jakarta, Selasa (15/8).
Pernyataannya itu, lantaran dia menganggap kolaborasi antara dunia pendidikan dan industri masih belum bisa bersinergi. Kedua sektor itu masih berjalan sendiri-sendiri. Dia menyontohkan riset yang dilakukan sejauh ini masih ego sektoral. Maksudnya tidak memikirkan hilirisasi. Sementara, output dari riset yang diharapkan adalah adanya hilirisasi.
“Ini relatif masih sendiri-sendiri dan harus dijadikan satu. Misalnya saja riset, saat ini riset kan udah mulai memikirkan hilirisasi tuh. Makanya, riset tidak hanya berhenti di riset saja tetapi mestinya produk industri. Dan itu harus bicara dengan kalangan industri juga. Jadi risetnya itu nyambung kan,” jelasnya.
Dia pun menyontohkan ponsel Digicoop yang digunakan oleh anggota Mastel dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merupakan kolaborasi dari hasil riset yang dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Hal itu merupakan contoh hilirisasi dari riset yang ada.
“Digicoop itu salah satu dari hilirisasi industri. Berawal dari riset ITB kemudian diadopsi menjadi produk industri yang dilakukan oleh koperasinya Mastel. Kemudian ada smartcard. Smartcard juga sama hilirisasi. Jadi ini udah nyambung. Nah, ini tinggal dikembangkan ke case yang lain-lain,” ungkap Kristiono. [idc]
Post a Comment